Aku punya sepatu merah yang sangat lucu. Sepatuku berkilau-kilau di bawah sinar matahari. Aku suka sekali memakai sepatuku, karena sepatuku membuatku merasa percaya diri dan bahagia.
Suatu hari, aku pergi ke taman bermain bersama ibu dan adikku. Aku berlari-lari di atas rumput, melompat-lompat di atas ayunan, dan bergelantungan di atas jungkat-jungkit. Aku bersenang-senang sekali, sampai aku tidak sadar bahwa sepatuku terlepas dari kakiku.
Ketika aku mau pulang, aku kaget melihat bahwa sepatuku hilang. Aku mencari-cari di sekitar taman, tapi tidak menemukan sepatuku. Aku menangis dan meratap, karena sepatuku adalah barang kesayanganku.
Ibu dan adikku menghiburku. Mereka bilang bahwa sepatuku pasti ada yang menemukan dan mengembalikan. Mereka juga bilang bahwa sepatuku bukanlah segalanya. Yang penting adalah aku masih punya keluarga yang sayang padaku.
Aku merasa sedikit lega mendengar kata-kata ibu dan adikku. Aku berharap sepatuku baik-baik saja, dan bisa kembali kepadaku. Aku juga berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan lebih berhati-hati lagi dengan barang-barangku.
Esok harinya, aku kembali ke taman bermain. Aku terkejut melihat ada seorang anak kecil yang memakai sepatuku. Anak itu tampak senang sekali dengan sepatunya yang berkilau-kilau.
Aku merasa marah dan sedih. Aku ingin merebut sepatuku dari anak itu. Tapi, aku ingat kata-kata ibu dan adikku. Aku sadar bahwa sepatuku mungkin lebih berguna bagi anak itu, daripada aku. Mungkin anak itu tidak punya sepatu yang bagus, atau bahkan tidak punya sepatu sama sekali.
Aku menghela napas, dan berusaha tersenyum. Aku mendekati anak itu, dan berkata, "Hai, sepatumu sangat cantik. Boleh aku lihat?"
Anak itu menoleh kepadaku, dan tersenyum. Dia berkata, "Terima kasih. Sepatuku ini adalah hadiah dari seorang bapak yang baik hati. Dia bilang bahwa sepatu ini adalah milik anaknya yang sudah besar, dan tidak mau memakainya lagi. Dia bilang bahwa sepatu ini cocok untukku, dan aku boleh memakainya."
Aku terdiam. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Aku merasa bersalah, karena aku sudah menuduh anak itu mencuri sepatuku. Padahal, sepatuku adalah hadiah dari orang lain.
Aku menarik napas dalam-dalam, dan berkata, "Oh, begitu. Sepatumu memang sangat bagus. Aku senang kamu suka dengan sepatumu. Aku juga punya sepatu yang sama dengan sepatumu. Tapi, sepatuku hilang kemarin. Aku sedih sekali, karena sepatuku adalah barang kesayanganku."
Anak itu terkejut. Dia berkata, "Benarkah? Sepatumu hilang? Dimana? Kapan?"
Aku menjelaskan kepadanya, bahwa sepatuku hilang di taman bermain ini, kemarin sore. Aku bilang bahwa aku sudah mencari-cari sepatuku, tapi tidak menemukan sepatuku.
Anak itu menatap sepatunya, lalu menatap sepatuku. Dia tampak bingung dan ragu. Dia berkata, "Apakah sepatu ini adalah sepatumu? Apakah sepatu ini yang kamu cari?"
Aku mengangguk. Aku berkata, "Ya, sepatu ini adalah sepatuku. Sepatu ini yang aku cari. Aku yakin sepatu ini adalah sepatuku, karena sepatuku ada tanda bekas gigitan gigiku di bagian belakangnya. Lihat, ada tanda itu di sepatumu."
Anak itu melihat tanda bekas gigitan gigiku di sepatunya. Dia terdiam. Dia berkata, "Oh, ya. Aku tidak sadar ada tanda itu. Aku pikir itu adalah bagian dari desain sepatunya. Maaf, aku tidak tahu bahwa sepatu ini adalah sepatumu. Aku kira sepatu ini adalah hadiah untukku."
Aku menggeleng. Aku berkata, "Tidak apa-apa. Kamu tidak salah. Kamu tidak tahu bahwa sepatu ini adalah sepatuku. Kamu hanya menerima hadiah dari orang yang baik hati. Kamu tidak perlu minta maaf."
Anak itu tersenyum. Dia berkata, "Terima kasih. Kamu sangat baik. Kamu tidak marah padaku. Kamu tidak merebut sepatuku. Kamu malah menghiburku. Kamu adalah teman yang baik."
Aku tersenyum balik. Aku berkata, "Terima kasih. Kamu juga sangat baik. Kamu tidak sombong dengan sepatumu. Kamu mau berbagi sepatumu dengan orang lain. Kamu juga adalah teman yang baik."
Anak itu mengulurkan tangannya, dan memberikan sepatunya kepadaku. Dia berkata, "Nah, ini sepatumu. Aku kembalikan sepatumu kepadamu. Sepatu ini adalah milikmu. Kamu boleh memakainya lagi."
Aku terharu. Aku berkata, "Terima kasih. Kamu sangat murah hati. Kamu mau mengembalikan sepatuku kepadaku. Sepatu ini memang milikku. Tapi, aku tidak mau memakainya lagi."
Anak itu heran. Dia berkata, "Kenapa? Kamu tidak mau memakai sepatumu lagi? Padahal, sepatumu sangat lucu. Sepatumu membuatmu merasa percaya diri dan bahagia."
Aku menggeleng. Aku berkata, "Iya, sepatuku memang lucu. Sepatuku memang membuatku merasa percaya diri dan bahagia. Tapi, sepatuku juga membuatmu merasa begitu. Sepatuku juga membuatmu senang. Aku tidak mau mengambil kebahagiaanmu. Aku mau kamu tetap bahagia dengan sepatumu."
Anak itu terharu. Dia berkata, "Terima kasih. Kamu sangat baik hati. Kamu mau memberikan sepatumu kepadaku. Sepatu ini memang membuatku bahagia. Tapi, sepatu ini juga milikmu. Aku tidak mau mengambil barangmu. Aku mau kamu tetap memiliki sepatumu."
Aku tersenyum. Aku berkata, "Bagaimana kalau kita berbagi sepatu? Kita bisa memakai sepatu ini bersama-sama. Kita bisa bergantian memakai sepatu ini. Kita bisa saling pinjam sepatu ini. Kita bisa saling mengingatkan untuk menjaga sepatu ini. Kita bisa saling menghargai sepatu ini. Kita bisa saling bersyukur dengan sepatu ini."
Anak itu tersenyum. Dia berkata, "Baiklah. Aku setuju. Kita bisa berbagi sepatu. Kita bisa memakai sepatu ini bersama-sama. Kita bisa menjadi teman sepatu. Kita bisa menjadi teman baik."
Aku mengangguk. Aku berkata, "Ya, kita bisa menjadi teman sepatu. Kita bisa menjadi teman baik. Kita bisa menjadi teman sejati."
Kami berpelukan, dan tertawa. Kami merasa senang, dan bahagia. Kami merasa beruntung, dan bersyukur. Kami merasa sepatu merah kecil kami adalah sepatu terbaik di dunia. Kami merasa sepatu merah kecil kami adalah sepatu ajaib yang menghubungkan kami.
Akhir
- Apa yang membuat tokoh utama sedih dalam cerita?
- Mengapa tokoh utama tidak marah ketika melihat anak lain memakai sepatunya?
- Mengapa tokoh utama memutuskan tidak mengambil kembali sepatunya?
- Apa yang tokoh utama lakukan saat mengetahui sepatunya dipakai oleh anak lain?
- Apa yang kamu pelajari tentang berbagi dan menjadi teman dari cerita "Sepatu Merah Kecilku"?
Komentar
Posting Komentar