Pagi itu di Sekolah Pelita, Dipa yang ceria berjalan bersama Alya menuju kelas. Dipa suka tersenyum kepada teman, suka berbagi cerita, dan tidak pernah lupa membagi makanan kecilnya dengan teman jika mereka lapar. Alya membawa buku gambar dan krayon baru. Mereka siap sarapan kecil, tas sudah terisi, dan hati mereka penuh semangat untuk belajar.
Di luar kelas, di halaman sekolah yang luas, seorang anak baru datang. Namanya Nara. Nara memakai topi biru dan membawa mainan mobil-mobilan kecil. Mata Nara terlihat malu. Dipa dan Alya menyapa dengan senyum hangat. Mereka mengundang Nara duduk dekat mereka dan memperlihatkan gambar-gambar yang mereka buat di krayon warna-warni. Nara akhirnya tersenyum dan duduk bersama mereka.
Suatu pagi di kelas, guru mengajak semua murid membuat kolase besar untuk mural sekolah. Mereka menumpuk kertas warna, potongan kertas, dan cat air. Dipa bersemangat berkata bahwa mereka bisa bekerja sama. Alya menambahkan bahwa semua alat bisa dibagi agar semua bisa ikut merancang. Nara pun mencetuskan ide tentang jalan setapak untuk mobil-mobilan di kolase. Mereka mulai bekerja. Dipa memberi roti kecilnya pada Nara untuk menghibur, Alya meminjamkan krayon kepada Nara untuk memberi warna pada mobil-mobilan, dan teman-teman lain menyusun kaca-kaca gambaran agar kolase terlihat hidup. Mereka tertawa kecil sambil menggambar warna-warna seperti merah, biru, kuning, dan hijau. Tak lama kolase besar itu mulai terbentuk di atas meja besar di tengah kelas.
Di saat istirahat, datang sedikit masalah. Beberapa teman ingin meminjam mobil-mobilan milik Nara. Ada yang ingin memainkannya juga, dan Nara terlihat bingung. Dipa tidak marah. Ia berkata bahwa kita semua bisa bermain dan membuat jalur bersama. Alya menambahkan bahwa mereka bisa menggunakan mainan lain sambil menunggu giliran. Mereka pun mencari solusi: memanjangkan jalur mobil-mobilan di lantai dengan tumpukan mainan lain, dan setiap orang mendapat waktu bermain. Mereka juga bergotong royong merapikan mainan setelah bermain, memastikan semua terlihat rapi.
Semakin lama, Nara mulai merasa diterima. Mereka tidak lagi takut, mereka tertawa bersama dan berbagi cerita. Alya pun menjadi lebih percaya diri karena teman-temannya tidak menilai dia terlalu pemalu. Dipa senang melihat semua orang bahagia. Ketika matahari mulai condong ke arah sore, mereka semua duduk bersama di bawah pohon dekat taman sekolah. Mereka membagi camilan yang mereka bawa, tersenyum, dan mengucapkan kata kata manis. Nara mengatakan terima kasih dan senang bisa bermain bersama mereka. Dipa mengatakan bahwa persahabatan tumbuh karena berbagi, memaafkan jika ada salah kata, dan bekerja sama. Alya menambahkan bahwa semua orang adalah teman yang baik jika saling membantu.
Petang pun datang. Mereka pulang ke rumah dengan hati hangat. Dipa menceritakan kejadian hari itu kepada orang tuanya di rumah. Mereka semua belajar bahwa hari itu adalah hari yang istimewa karena mereka saling berbagi, saling memaafkan, dan bekerja sama. Ayah dan Ibu tersenyum bangga. Mereka berkata hal-hal sederhana yang menguatkan hati Dipa, bahwa menjadi teman yang baik adalah sebuah anugerah.
Pada akhirnya, pelajaran penting hari itu sangat jelas: persahabatan tumbuh ketika kita berbagi, memaafkan, dan bekerja sama. Ketika kita mau berbagi makanan, mainan, dan ide, hati teman-teman akan lebih dekat. Ketika ada kata-kata yang salah, kita bisa memaafkan dengan senyum. Dan ketika kita bekerja sama, hal-hal besar bisa terlaksana dengan mudah. Sekolah, taman, dan rumah adalah tempat kita belajar menjadi teman yang lebih baik setiap hari.
Komentar
Posting Komentar