
Rio, seorang anak laki-laki berusia tujuh tahun dengan senyum selebar daun talas dan rasa ingin tahu setinggi langit, sangat suka menjelajah. Baginya, halaman belakang rumahnya sendiri adalah hutan Amazon mini yang penuh misteri. Setiap sore sepulang sekolah, ia akan mengenakan topi petualang lusuhnya dan memulai 'ekspedisi' barunya.
Suatu sore, Rio sedang mengejar seekor kupu-kupu biru yang lincah ketika ia tersandung akar pohon yang menonjol. Jatuh ke semak-semak lebat, ia menemukan sesuatu yang luar biasa. Di balik rimbunnya dedaunan, tersembunyi sebuah lubang kecil, gelap, seperti mulut terowongan. Jantung Rio berdebar kencang. Ini bukan lubang biasa yang pernah ia temukan!
Dengan napas tertahan dan keberanian yang berkobar, Rio menyusup masuk. Awalnya gelap dan pengap, namun tak lama kemudian, sebuah cahaya lembut mulai terlihat di ujung terowongan. Semakin jauh ia merangkak, semakin terang cahaya itu, sampai akhirnya Rio keluar ke sebuah tempat yang membuatnya ternganga.
Ia berada di sebuah taman rahasia yang paling indah! Bunga-bunga raksasa dengan kelopak warna-warni menari-nari ditiup angin, dan yang paling menakjubkan, bunga-bunga itu tampak berbisik satu sama lain. Jamur-jamur aneka bentuk memancarkan cahaya lembut, menerangi jalan setapak berlumut. Di kejauhan, sebuah sungai kecil mengalir pelan, bukan dengan air, melainkan dengan cairan merah muda yang berkilau seperti permen kapas!
"Selamat datang, petualang kecil!" sebuah bunga matahari raksasa dengan wajah ramah berseru, membuat Rio terlonjak kaget. "Aku Bunga Matahari Ceria. Apa yang membawamu kemari?" Rio menceritakan bagaimana ia tersesat. "Untuk menemukan jalan pulang, kamu harus memecahkan teka-teki kami dan membantu teman-teman di sini," kata Bunga Matahari Ceria sambil tersenyum. "Ini teka-teki pertamamu: Aku selalu tersenyum pada matahari, mahkotaku kuning merekah di pagi hari. Siapakah aku?"
Rio berpikir keras. "Bunga Matahari!" serunya akhirnya. Bunga Matahari Ceria tertawa senang. "Tepat sekali! Sekarang, pergilah ke arah cahaya paling terang di antara jamur-jamur itu, dan kamu akan menemukan jembatan manis."
Rio mengikuti petunjuk itu. Di bawah jamur yang paling terang, ia melihat seekor Kumbang Cahaya kecil dengan sayap berkilauan, terperangkap jaring laba-laba. Tanpa ragu, Rio dengan hati-hati melepaskannya. "Terima kasih, pahlawan!" kata Kumbang Cahaya sambil mengepakkan sayapnya. "Aku akan mengingat kebaikanmu dan membantumu saat dibutuhkan."
Rio melanjutkan perjalanannya, melewati sungai permen kapas yang harum dengan jembatan licorice. Ia melihat langit mulai memerah, tanda matahari akan terbenam. Rasa cemas mulai menyergapnya. Bagaimana ia bisa kembali ke rumah sebelum gelap?
Seolah membaca pikirannya, Kumbang Cahaya yang tadi ia tolong terbang mendekat. "Waktunya pulang, Rio!" katanya sambil mengedipkan cahaya. Kumbang Cahaya itu terbang melingkar-lingkar di sekitar sebuah terowongan kecil yang tadinya tidak terlihat, memancarkan cahaya biru terang untuk menunjukkan jalan.
Dengan hati ringan, Rio mengucapkan selamat tinggal kepada Bunga Matahari Ceria dan taman ajaib. Ia mengikuti Kumbang Cahaya kembali ke terowongan. Setelah merangkak sebentar, ia muncul kembali di halaman belakang rumahnya, tepat saat rona terakhir matahari menghilang di cakrawala.
Rio tersenyum lebar. Petualangan hari ini adalah rahasia kecilnya. Ia telah menemukan bahwa keberanian dan kebaikan hati bisa membuka pintu ke tempat-tempat paling ajaib. Ia juga belajar bahwa dunia ini penuh keajaiban, bahkan di balik semak-semak di halaman belakang rumahnya sendiri. Dan yang paling penting, ia tahu ia tidak sendirian, ia punya teman-teman baru yang tak terduga.
Komentar
Posting Komentar