Senja di Sekolah Desa

Di sebuah sekolah desa yang asri, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Bima. Bima adalah anak yang pintar, tapi akhir-akhir ini ia merasa sedikit tersisih. Teman-temannya sering berpasangan mengerjakan tugas, bermain bersama, tapi Bima selalu sendiri. Ia merasa tidak ada yang mau mengajaknya.

Suatu hari, Bu Guru memberi tugas membuat layang-layang untuk merayakan Hari Kemerdekaan. Semua anak bersemangat, saling membantu memilih warna dan bentuk layang-layang. Bima hanya duduk termenung di bangkunya. Ia ingin sekali membuat layang-layang yang indah, tapi ia tidak tahu harus mulai dari mana.

“Bima, kenapa kamu murung?” tanya Rini, teman sekelasnya yang baik hati. Bima hanya mengangkat bahu. “Aku… aku tidak bisa membuat layang-layang,” jawabnya lirih.

Rini tersenyum. “Jangan khawatir, Bima! Aku dan Dedi akan bantu kamu. Kita buat layang-layang bersama!” Rini mengajak Dedi, anak laki-laki yang jago membuat layang-layang. Dedi dengan senang hati membantu Bima.

Mereka bertiga bekerja sama. Rini membantu memilih warna kertas yang cerah, Dedi menunjukkan cara melipat bambu dengan benar, dan Bima dengan semangat mengikuti instruksi mereka. Gotong royong membuat pekerjaan terasa lebih ringan dan menyenangkan.

“Lihat, Bima! Layang-layangmu sudah hampir selesai!” seru Rini dengan gembira. Bima tersenyum lebar. Ia merasa sangat senang karena akhirnya bisa bergabung dengan teman-temannya.

Saat layang-layang itu diterbangkan di lapangan sekolah, layang-layang Bima terbang paling tinggi dari yang lain. Bima, Rini, dan Dedi tertawa riang. Bima belajar bahwa saling membantu membuat semua hal terasa lebih mudah dan menyenangkan. Ia juga ingat pesan ibunya, “Anak yang baik selalu menghormati orang tua dan membantu sesama.”

Senja mulai turun, mewarnai langit dengan warna jingga dan ungu. Bima merasa hangat dan bahagia. Ia tidak lagi merasa tersisih. Ia tahu, ia punya teman-teman yang selalu siap membantunya.

Komentar