Si Kecil dan Buah Kesukaan Ibu


Di tengah riuhnya Pasar Tradisional Ceria, hiduplah seorang anak laki-laki bernama Bima. Bima sangat menyukai rambutan, buah kesukaan ibunya. Setiap sore, setelah membantu Ibu di warung, Bima selalu meminta dibelikan rambutan.

Suatu hari, Ibu sedang sibuk melayani pelanggan. Bima, dengan wajah memelas, bertanya, “Ibu, rambutan ya?” Ibu hanya tersenyum sambil menjawab, “Nanti ya, Bima. Ibu sedang banyak kerjaan.” Bima merasa kecewa. Ia lalu melihat sekantong rambutan yang ditaruh di atas meja. Tanpa pikir panjang, Bima mengambil beberapa buah rambutan dan langsung memakannya.

Tiba-tiba, Pak Tani, penjual rambutan, datang menghampiri. “Nak, itu rambutan punya saya. Kamu ambil tanpa izin?” Bima terdiam. Ia merasa bersalah, tapi ia tidak berani mengakui kesalahannya. “Bukan, Pak. Bukan saya,” jawab Bima dengan nada lirih.

Ibu yang mendengar keributan itu segera menghampiri. Ia melihat Bima dengan wajah bersalah dan Pak Tani yang tampak kecewa. Ibu lalu memeluk Bima dengan lembut. “Bima, Ibu tahu kamu yang mengambil rambutan itu. Mengapa kamu tidak bilang dari tadi?”

Bima akhirnya mengakui kesalahannya. “Maafkan Bima, Bu. Bima lapar dan ingin sekali makan rambutan.” Ibu tersenyum dan berkata, “Ibu juga sayang sekali padamu, Bima. Tapi, mengambil barang tanpa izin itu tidak baik. Kita harus meminta izin dulu.”

Ibu kemudian meminta maaf kepada Pak Tani dan mengganti rambutan yang diambil Bima. Pak Tani tersenyum dan memaafkan Bima. “Anak baik, lain kali jangan diulangi ya. Ingat, gotong royong itu penting. Kita harus saling menghormati dan menjaga barang milik orang lain.”

Bima mengangguk-angguk. Ia belajar bahwa mengakui kesalahan itu lebih baik daripada menyembunyikannya. Ia juga belajar pentingnya hormat kepada orang tua dan saling menghargai sesama. Sejak saat itu, Bima selalu meminta izin kepada Ibu sebelum mengambil apa pun. Ia juga membantu Ibu melayani pelanggan di warung dengan senang hati. Mereka berdua selalu rukun dan bahagia.

“Ibu, Bima janji tidak akan mengulangi kesalahan lagi,” kata Bima sambil memeluk ibunya erat.

Komentar